Entri Populer

Jumat, 27 Mei 2016

Sebuah Pengakuan


“Aku menyukaimu.”, katanya dengan kepala menunduk.
Ada jeda di antara mereka berdua, cukup panjang dan beku. Ia menatap ujung sepatunya yang nampak kusam, warna merah yang memudar. Jantungnya berdebar tiga kali lebih cepat, membuat seluruh tubuhnya bergetar. Kalimat itu terlontar begitu saja. Entahlah, rasanya seperti kesalahan. Tapi ia penasaran, bagaimana reaksi lelaki di depannya itu. Kemudian, ia perlahan mengangkat kepalanya.
“Maaf.”, kata lelaki itu, “Tapi kau sudah mengetahui semuanya, dan kau tahu jawabannya.”.
Gadis itu sama sekali tak mengubah ekspresinya, ia tersenyum. Seolah ia tahu ini akan terjadi. Debar jantungnya perlahan melambat, seiring dengan kedua kakinya yang melemas. Ia memberanikan diri menatap lelaki itu, menatap mata gelapnya. Aneh, ia tak melihat apapun di matanya. Lelaki itu membeku, dia dingin.
“Ya, aku tahu. Aku pun tak menginginkan apapun darimu. Hanya saja, aku rasa aku harus mengatakannya.”, gadis itu mulai berceloteh, “Aku menyukaimu sejak kita duduk di kelas yang sama, lima tahun yang lalu. Sampai saat ini pun aku masih menyukaimu. Aku tahu, ada orang yang kau sukai, tapi aku tak pernah berharap lebih. Aku lebih suka menjadi temanmu. Mendengarmu memanggilku, rasanya menyenangkan.”,
“Kau tahu alasanku.”,
Lagi-lagi pembicaraan ini terdengar seperti kesalahan. Gadis itu meruntuki dirinya sendiri. Tapi ia terlanjur bicara. Mendadak lidahnya kelu, tak bisa bicara. Ia terjebak dalam pikirannya sendiri. Tanpa sadar ia meremas ujung seragamnya.
“Bisakah kita tetap berteman?”, Tanya gadis itu, ia sedikit khawatir.
“Tentu saja, kita tetap berteman.” Jawab lelaki di depannya, lima detik kemudian ponselnya berbunyi. Bahkan eksprsi wajahnya masih datar ketika mengecek ponselnya. “Aku harus pergi.”,
“Pergilah, dan………terima kasih untuk semuanya.”,
Lelaki itu berbalik dan berjalan menjauh. Gadis itu pun tersenyum, tapi tubuhnya mendadak terasa ringan, ia lemas kemudian jatuh terduduk. Matanya masih menatap ke depan, tapi lelaki itu sudah tak terlihat lagi. Perlahan cairan bening menetes dari pelupuk matanya.
“Apa yang kulakukan……”, gumamnya sembari memeluk kedua lututnya. Potongan ingatannya muncul, sesuatu yang ia sebut kenangan.

Aku tak berharap kau membalas perasaanku. Kalau setelah ini kita menjadi orang asing, apa boleh buat? Setelah hari itu kau seperti orang asing. Entah apa yang ada dalam pikiranmu. Aku tak tahu kapan bisa melihatmu dengan senyuman manis dan mata yang berbinar seperti yang kau perlihatkan sebelumnya. Aku tak menunggu hari ini untuk mendengarkan pengakuan bahwa kau juga menyukaiku. Aku tak berharap kau memiliki rasa yang sama terhadapku. Aku menunggu waktu untuk menghapus jejakmu. Tapi terima kasih, karena kau menorehkan kisah yang indah untukku. aku tak akan lupa hal-hal kecil yang pernah kau lakukan untukku. Aku menyukaimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar