Entri Populer

Kamis, 24 Desember 2015

Hanya Coretan Untukmu


Sebersit ingatan manis kembali muncul. Seperti potongan cerita dalam film lama. Ini tentangmu, kawan. Kau, si pemilik mata ikan. Yang sering bertingkah konyol dan lucu.
Hai, ini bulan Desember. Musim hujan yang indah, menurutku. Entah sejak kapan aku menyukai hujan, aku tak tahu. Apakah sejak aku mengenalmu? Mungkin saja. Tapi kenapa? Aku sendiri tak tahu.
Aku tak tahu sejak kapan ini dimulai. Aku mendengar melodi indah tengah mengalun lembut. Sesuatu yang hangat menjalari tubuhku, dan secercah rasa manis mulai menghampiri. Ketika semua membaur, itu menakjubkan, sulit untuk diungkapkan. Hari itu, ketika aku mendengar langkah kaki dan hembusan napas di belakangku, si tangga sekolah. Entah mengapa jantungku berdebar lebih cepat. Deretan imajinasi bergumul di kepalaku. Kemudian ketika pemilik kaki itu memaluiku, napasku terhenti sejenak. Aku tercekat. Ini lucu, seperti cerita dalam drama. Hari berikutnya aku mulai berkutat dengan rentetan kata yang tertulis rapi dalam jurnalku. Membentuk sebuah cerita. Ya, aku mendapatkan inspirasi setelah hari itu.
Apa kau tahu, aku selalu memperhatikanmu diam-diam. Aku menatapmu dari tika kau berlarikanmu diam-diam. di yang tertulis rapi dalam jurnalku. membentuk bangkuku. bahkan ketika kita tak berada dalam kelas yang sama, aku masih melakukannya. Menatapmu ketika berdiri di tepi lapangan, di sisi tiang bendera. Berusaha mengajakmu bicara atau menyapamu, dengan menyembunyikan sesuatu yang tak boleh kau ketahui. Aku senang ketika kau tersenyum dan melambai kepadaku. Senang sekali, bahkan lebih dari itu.
Suatu hari kita pernah bertemu, di tempat yang tak terduga, di bawah langit sore yang keemasan. Aku spontan melambai ke arahmu, meski sedikit kikuk. Kau tersenyum lebar, membuat matamu jauh lebih berbinar. Meski kemudian terlontar cerita sedih dari bibirmu.
Kemudian—aku tak pernah melupakan hari ini—sepertinya itu kejutan untuk ulang tahunmu. Gadis itu berdiri di depanmu dengan sebuah cake ditangannya. Astaga, itu kekasihmu. Ia tersenyum, dan aku melihatmu tersenyum kikuk. Semua orang di tempat itu bersorak, termasuk aku. Meski sebenarnya ada rasa aneh yang menjalari tubuhku.
Kau tahu, kadang-kadang aku berpikir kau menyukaiku. Saat kau tersenyum dan menatapku dengan jeda, seolah ada yang tersirat di mata gelapmu. Seperti waktu pelajaran Biologi, kau memanggilku, kemudian menatapku, tapi kau bilang ‘tidak ada apa-apa’. Aku tahu tak seharusnya aku berpikir seperti itu. Aku tahu kau memang orang baik, dan selalu bersikap seperti itu pada orang lain. Tidak, aku benar-benar tak berharap banyak. Aku juga tak berpikir untuk mengutarakan semuanya padamu. Aku tak berharap kau mengetahuinya.
Ada beberapa orang yang pernah mencuri perhatianku. Tapi, aku tak pernah benar-benar tertarik dan menyimpannya dalam jangka waktu yang lama. Tak sepertimu.
Aku akan menyimpannya sendiri. Tak apa seseorang menyebutnya ‘bertepuk sebelah tangan’. Melihatmu tersenyum seperti itu sudah membuatku senang. Lagi pula, aku tak ingin menjadi serakah. Bagiku ini sudah cukup. Biar semua mengalir seperti tetes hujan. Terima kasih, karena ketika aku menulis aku selalu membayangkan tentangmu. Meski rasanya aneh dan tak menentu, aku tak akan melupakannya, bahwa aku pernah menyukaimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar