Entri Populer

Sabtu, 17 Mei 2014

Tersenyumlah Naomi


Tersenyumlah, Naomi
Gadis itu masih di sana. Bersimpuh di depan sebuah makam. Makam yang masih basah, beraroma tanah segar. Ia bersandar di samping nisan makam itu. Butiran-butiran bening menetes dari gudang air matanya.Membasahi bukit pipinya yang mungil.Bibirnya bergetar.Tangannya meremas ujung gaun hitamnya.Perlahan, sebelah tangannya mengelus tanah makam itu.
“Secepat ini kah kau pergi?” Gadis itu bergumam pelan,”Kau bahkan belum mengucapkan salam perpisahan padaku.” lanjutnya
Air mata gadis itu mengalir semakin deras.Ia menggertakkan rahangnya. Menahan amarah dan kesedihan yang berbaur menjadi satu.
“Air matamu tak akan membuatnya terbangun kembali.” Celetuk seseorang
Gadis itu menengadah.Matanya menangkap sosok seorang lelaki jakung yang tengah berdiri di seberangnya.Ia hanya terdiam. Tak menanggapi omonganlelaki itu.
“Meskipun aku menangis hingga air matamu kering, orang ini tak akan mungkin bisa hidup kembali.” Tambah lelaki itu
Telinga gadis itu bergetar semakin keras ketika mendengar kata-kata lelaki itu.Membuat bibir mungilnya berbicara.
“Kau tak tahu, betapa ini sangat menyedihkan.” Balas gadis itu dengan suara isakan yang terdengar begitu jelas
Lelaki itu berjongkok tepat di seberangnya.Menatap gadis di depannya sejenak. Kemudian ia tersenyum kecil.
“Do’a-mu akan lebih berharga untuknya, dari pada kau menangis seperti ini.”
Gadis itu menatap ke arah lelaki di depannya.
“Ayo, pergi dari sini.”
Lelaki itu menarik lengan sang gadis. Tanpa meminta persetujuan gadis di depannha.Membawanya meninggalkan arena pemakaman itu.Melewati jalan setapak.Menuju sebuah pelataran yang amat luas. Sebuah padang rumput yang begitu luasdengan ilalang-ilalang yang tingginya dibawah lutut.
“Hei, apa yang kau lakukan? Kenapa kau membawaku ke mari?” gadis itu mulai panik
“Aku tau apa yang akan membuatmu berhenti menangis.” Balas si lelaki
“Jangan berbuat macam-macam padaku. Atau,…..”
“Macam-macam? Aku tak akan melakukan apapun padamu,…..Naomi.” Potong lelaki itu
“Bagaimana kau tahu namaku?”
“Kalungmu.” Lelaki itu menunnjuk leher gadis yang ia panggil Naomi itu,”Ayolah,…..” lelaki itu menarik lagi lengan Naomi. Dan, meskipun Naomi berusaha melepaskan lengannya dari cengkraman lelaki itu, ia tak bisa. Lelaki itu membawanya berlari lebih jauh lagi. Dan akhirnya mereka berdua sampai di antara padang rumput yang dipenuhi dengan Krisan merah.
“Wahh, cantik sekali.” Gumam Naomi, perlahan seulas senyum tersungging dari bibir mungilnya. Matanya berkeliling menatap hamparan Krisan-krisan yang cantik itu
“Dan, ini.” Lelaki itu menyodorkan setangkai bunga bertopi putih pada Naomi
“Dandelion?Untuk apa?”
“Katakan permohonanmu, lalu tiuplah Dandelion ini.Mungkin, Tuhan akan mengabulkannya.”
Naomi menerima setangkai Dandelion itu.Ia menatap sejenak ke arah dandelion di tangannya. Kemudian memejamkan matanya.Tuhan, ku mohon jaga Ibuku.Jangan biarkan dia kesepian. Jangan biarkan ia berada dalam kegelapan. Dan satu lagi, jagalah ia dari api neraka.
***************
“Kau bisa pulang sendiri bukan?” Tanya lelaki itu pada Naomi
“Tentu saja.” Balas Naomi
Beberapa detik kemudian, sebuah bus datang.Naomi melangkahkan kakinya memasuki bus.Ia pun mencari tempat duduknya. Dan sebelum Bus itu berjalan kembali, lelaki yang tadinya bersama Naomi melambaikan sebelah tangannya.Bergumam sesuatu yang sama sekali tak terdengar oleh Naomi. Meskipun begitu, Naomi membalasnya dengan seualas senyum. Ketika bus telas berjalan menjauh, ia baru saja menyadari sesuatu.
“Astaga! Mengapa aku tak bertanya nama orang itu? Aku bahkan belum mengucapkan terima kasih padanya.” Katanya
Ia mengeluarkan sebatang lollipop pelangi dari balik gaunnya. Sebuah lollipop dari lelaki yang baru saja ia temui. Lelaki asing, yang tiba-tiba saja muncul dan menghibur Naomi.Mentraktirnya makan malam dan memberinya sebuah lollipop.
“Mr.Lolipop, siapapun kau….. TerimaKasih.” Katanya sembari menatap lollipop di tangannya
************
Naomi melangkahkan kakinya tepat di sebuah gedung berpagar besi yang menjulang tinggi.Beercat putih di mana-mana. Dan sebuah taman yang asri di depannya. Itu rumahnya.Rumahnya yang cukup besar. Tepat saat ia melangkah masuk ke dalam rumah, seorang wanita paruh baya dengan baju bermotif bunga dan celemek yang menggantung di lehernya, langsung menarik tangan Naomi.
“Astaga, dari mana saja Nona.Ini sudah terlalu malam untuk seorang gadis berkeliaran.” Katanya panik
“Bibi, kau tak perlu cemas.Aku hanya berkeliling sebentar.” Balas Naomi sembari menyunggingkan seulas senyum polosnya
“Lalu, apakah Nona sudah makan malam?” tanya wanita paruh baya itu
“Tentu saja.Seseorang mentraktirku makan Bulgogi yang sangat lezat.”Balas Naomi,”Di mana Ayah?” Tanya Naomi
“Tuan sedang ke Jepang.Pesawatnya berangkat dua jam yang lalu. Beliau bilang, ada urusan yang sangat penting.”
“APA!Jepang?” Naomi membulatkan matanya,”Bisa-bisanya,……. Istrinya meninggal tak lebih dari sepuluh jam yang lalu, dan sekarang Dia pergi ke Jepang. Ah,….Aku tau.Pasti Dia lebih mementingkan bisnisnya.Dari pada putrinya.”
Naomi terlihat begitu marah.Mata beningnya berubah menjadi merah.Wajah cantiknya berubah menjadi sedikit mengerikan.Matanya berkaca-kaca, menahan air mata.Ia menggigit bibir bawahnya.
“Orang itu, benar-benar buruk.Buruk sekali!” Umpatnya, kemudian berlari menuju kamarnya
Naomi membanting pintu dengan sangat keras.Air matanya mengalir begitu deras.Bagai lautan yang membasahi daratan.Amarah, sedih dan kecewa berbaur menjadi satu di dalam batinnya.Ia memukul-mukul dadanya. Berusaha untuk tegar.Namun, air matanya tak bisa berhenti mengalir.
************
Hari ini, tepat ketika hari pertama musim dingin. Dan pertama kalinya Naomi masuk sekolah kembali setelah seminggu yang lalu, ibunya meninggal.Naomi berjalan melewati lapangan sekolahnya.Lapangan yang cukup luas. Sesekali ia menyibak rambut panjangnya yang terurai karena tertiup angin. Langkahnya begitu ketus.Raut mukanya menampakkan ketidaksenangan.
“Hei, Naomi.” Celetuk seseorang di belakangnya. Naomi menghentikan langkahnya lalu berbalik
“Ke mana saja Kau selama ini?”
Seorang gadis berrambut pirang dengan pita kecil di salah satu ujungnya tengah berdiri di hadapan Naomi.Tatapannya seolah mengejek.Senyum licik jelas terlihat dari bibir tipisnya.Membuat Naomi sedikit muak.
“Apa kau frustasi, dan memutuskan untuk menyusul ibumu?Benarkah itu?” Gadis itu mulai mengoceh dengan kata-kata yang menggelitik gendang telinga Naomi
Naomi menatap tajam mata gadis berrambut pirang itu.Sebelah tangannya mengepal.Ia mendesah pelan. Dan berusaha bersikap tenang, meskipun kenyataannya ia begitu ingin mencakar gadis di depannya.
“Caroline,….Jika kau masih ingin hidup, tolong jangan ganggu aku.” Balas Naomi ketus
“Oh, lihat itu.Dia benar-benar gila.” Kata gadis yang dipanggil Caroline itu pada teman di sampingnya
Caroline dan temannya tertawa sembari menatap ke arah Naomi.Tawa yang terdengar sangat mengerikan dan menjengkelkan di telinga Naomi. Ingin rasanya ia mencakar dan menjambak kedua gadis di hadapannya itu. Namun, tiba-tiba saja ia teringat nasihat ibunya ‘Apapun yang terjadi, Jangan pernah menggunakan tanganmu untuk menyakiti orang lain.’
“Kalian pikir ini lucu?Sama sekali tidak.” Kata Naomi, lalu ia berbalik dan melangkah menjauh
Ini lebh baik daripada meladeni omongan gadis menyebalkan dan tak tahu aturan seperti Caroline. Orang seperti dia, tak akan puas menyakiti sebelum musuhnya mati.
***********
“Niel! Kau melupakan payungmu.” Teriak seorang wanita paruh baya sembari menyodorkan sebuah payung kuning
“Ibu, aku tidak apa-apa.Kenapa harus membawa payung?” Balas lelaki yang dipanggil Niel itu
“Ibu hanya tidak mau kau kehujanan, langit sedikit mendung.”Wanita itu tampak khawatir,”Dan ini, kau juga melupakan obatmu.”
Wanita paruh baya itu menyodorkan beberapa botol cokelat yang berisikan beberapa kapsul mungil.Sedangkan Niel hanya tersenyum kecil dan menerima pemberian ibunya. Karena ia telah terbiasa dengan perlakuan seperti ini. Tepatnya sejak tujuh tahun yang lalu, sejak sesuatu terjadi padanya dan hampir membuatnya pergi.
**********
Naomi berjalan dengan langkah gontai menyusuri setiap lorong sekolah yang ia lewati. Seragamnya basah dan kotor.Bau air bekas pel tercium darinya.Baru saja, seseorang menjahilinya. Menumpahkan air bekas pel ketika ia sedang di toilet. Tentu saja ia tahu siapa pelakunya. Ini ulah Caroline.Hanya saja, Naomi tak bisa membalasnya. Dan mungkin saja ia sendiri merasa terlalu lemah untuk menghadapi penyihir seperti Caroline.
Naomi terduduk di depan perpustakaan sekolah. Sekolah telah bubar sejak dua jam yang lalu, namun Naomi masih tinggal. Ia memeluk tubuhnya sendiri, menggigil. Tak terasa setitik air bening menetes dari kedua matanya.Satu, dua, dan kemudian air mata itu mengalir semakin deras.Ini terlalu buruk, pikirnya. Seseorang yang amat ia sayangi telah pergi untuk selamanya. Dan, seseorang yang seharusnya menjadi pengganti orang itu malah sibuk dengan pekerjaannya.Lagi, orang-orang menyebalkan terus mengusik ketenangannya di sekolah.Ia merasa, semuanya terlalu kacau.
************
Kabut putih menyelimuti seluruh sudut kota. Padahal, mentari telah berusaha untuk mengintip dari balik awan.Namun kabut menghalanginya.pagi ini Naomi pergi dengan sepedanya. Mengenakan seragam seperti biasanya.Ia mengayuh sepedanya begitu pelan. Matanya tak benar-benar menatap jalan raya.Isi otaknya sedang teraduk menjadi satu hingga menghasilkan perasaan yang tak menentu.
Tepat ketika berada di persimpangan jalan dekat sekolah, Naomi menghentikan sepedanya.Ia membalikkan sepedanya. Ia kembali mengayuh sepedanya. Pikiran yang campur aduk membuatnya rishi hingga bernafsu untuk mengayuh sepedanya secepat kilat.Berharap pikiran-pikiran aneh itu terbang terbawa oleh angin. Namun, ketika cara itu tak berhasil Naomi memilih untu memejamkan matanya, dan…..
BRAKK!!!!
“Auuuuuu…..”
Naomi terjatuh. Dan sepertinya ia menabrak seseorang. Ia segera bangun. Seketika itu pula ia mendapati seorang lelaki berjaket abu-abu terjatuh tepat di depan sepedanya.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Naomi khawatir,”Maafkan aku…..” Kata-katanya terdengar putus asa
“Kenapa memejamkan mata saat bersepeda?” lelaki itu mengomel,”Untung jalanan ini sepi, kalau tidak……” ia tak meneruskan kata-katanya
Lelaki itu menatap Naomi, begitupun sebaliknya.Mata mereka bertemu.Membuat Naomi mengingat sesuatu.
“Mr.Lolipop!”
“Naomi!”
**************
“Jadi, hari ini kau bolos?” Tanya lelaki yang tertabrak oleh Naomi
“Begitulah…..” Balas Naomi
Mereka berjalan di antara kios-kios kecil di pinggiran kota. Sembari Naomi menuntun sepedanya.Wajahnya masih terlihat kusut. Tatapan matanya hanya lurus ke depan.
“Apa kau tau, saat ini, wajahmu terlihat seperti cucian baru kering yang belum di setrika.Kusut sekali.” Ledek lelaki yang berada di samping Naomi
Naomi tak menanggapi omongan lelaki itu. Matanya masih menatap lurus ke depan. Tanpa gairah.Tiba-tiba lelaki itu menarik sepeda Naomi, lalu menaikinya.
“Apa yang kau lakukan?” Tanya Naomi, sedikit kaget
“Naiklah, kau harus tersenyum.” Balas lelaki itu
Naomi ragu, tapi akhirnya ia naik juga. Mungkinkah ia sedang lumpuh otak? Bagaimana bisa seorang gadis pergi bersama seorang lelaki yang baru saja ia kenal. Atau mungkin belum kenal sama sekali. Namun sepertinya, Naomi tak pernah berpikir tentang ini. Karena ia benar-benar lumpuh otak oleh semua hal yang membuatnya stress. Lelaki itu pun mengayuh sepedanya dengan kuat. Begitu cepat. Hingga akhirnya mereka sampai di sebuah padang rumput. Tempat yang sama seperti saat itu. Ketika Naomi menangis sendirian di depan makam ibunya.
“Tempat ini lagi?” Naomi bertanya
“Ya, aku kira kau menyukai tempat ini.Bukankah begitu?” Lelaki itu kembali bertanya
“Tentu saja.Aku suka ilalang-ilalang seperti ini.Aku suka krisan-krisan cantik itu.Aku suka rumput-rumput yang bergoyang tertiup angin.Dan, aku suka melihat Dandelion yang ku tiup terbang ke udara.” Naomi mulai berceloteh,”Di sini lebih baik daripada di sekolah, dan…. Di rumah.”
Naomi dan lelaki asing itu duduk bersandar di bawah sebuah pohon besar dekat hamparan ilalang. Mereka menatap lurus ke depan. Tanpa besuara.Menikmati hembusan angina yang begitu lembut membelai.
“Well, berapa usiamu…. Naomi?” Lelaki itu membuka pembicaraan
“Tujuh belas tahun. Kau sendiri?” Naomi balik bertanya
“Sembilan belas.Dua tahun lebih tua darimu.”
Mereka saling mengobrol.Sesekali terdengar tawa saat salah seorang di antara mereka melempar sebuah lelucon.Dan, Perlahan, kesedihan yang terukir di wajah Naomi mulai hilang. Tergantikan dengan seulas senyum yang begitu manis.Dan tawa bahagia.
“Ngomong-ngomong,………….kalungmu bagus.”
“Seseorang yang memberikannya padaku.”Balas Naomi, matanya mulai menerawang,”Tujuh tahun yang lalu, ketika senja di musim gugur.”
“Seorang anak laki-laki?”
“Ya. Dia bilang ini hadiah. Hadiah untuk terakhir kalinya.” Naomi masih menerawang
Lelaki itu terlihat semakin penasaran.Ia menatap Naomi.
“Terakhir kali?”
“Anak laki-laki itu berjanji akan menemuiku keesokan harinya. Tepat jam lima sore di dekat jembatan. Namun, hingga sekarang ia tak pernah muncul untuk menepati janjinya. Tak peduli berapa lama aku menunggunya di sana, ia tak juga datang.” Naomi mengerucutkan bibirnya
Lelaki itu menatap lekat wajah polos Naomi yang masih menatap lurus ke depan. Bibirnya seolah ingin mengatakan sesuatu, namun ia tak bisa mengatakannya.
*************
“Terima kasih untuk hari ini.” Kata Naomi ketika mereka sampai di depan rumahnya,”Dan juga lollipop ini.” Naomi menunjukkan sebatang lollipop pelangi di tangan kirinya
“Tak usah sungkan.”Balas lelaki itu ringan,”Tapi, kau tak boleh bolos lagi.Itu, sangat buruk.”
“Aku tau.” Balas Naomi singkat
Naomi menuntun sepedanya masuk ke halaman rumahnya. Langit telah berubah menjadi gelap sejak dua jam yang lalu. Dan sekarang, tepat ketika jam makan malam tiba Naomi sampai di rumahnya.Ia berjalan menuju meja makan. Tak ada siapapun di sana. Kecuali semua makanan yang lengkap tersaji di meja makan.Mendadak, Naomi yang tadinya tersenyum senang berubah murung kembali.Ia menarik pelan kursinya. Menatap ke sekeliling meja makan.Tak ada Ayah, ataupun Ibu.
Mata Naomi berkaca-kaca.Bibirnya tersenyum untuk menyembunyikan kesedihannya. Perlahan ia memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. Mengunyah pelan.Dan tiba-tiba saja air matanya menetes.Bibirnya kemudian bergetar. Cepat-cepat ia menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Berusaha agar isakan tangis tak terdengar.
*************
Gemericik air terdengar seperti alunan nada yang indah.Mengetuk lembut gendang telinga Naomi. Hujan tiba-tiba saja datang ketika jam sekolah usai. Terpaksa, ia harus menunggu hingga hujan reda. Karena hari ini, Naomi memakai sepedanya tanpa membawa payung.
Suasana semakin sepi ketika para siswa pulang dengan mobil ataupun payung mereka. Hanya tinggal beberapa orang yang berlalu-lalang di depan Naomi. Satu jam, dua jam, hujan belum juga reda. Membuat Naomi sedikit resah.
“Kau belum pulang?”
Suara itu membuat Naomi sedikit kaget.Ia mendongak. Seorang lelaki yang kemarin bersamanya. Kini berdiri tepat di depan Naomi. Dengan sebuah payung kuning di tangan kirinya.Lelaki itu tersenyum, menunjukkan barisan gigi putihnya yang rapi.
“Kau?” Naomi heran,”Bagaimana Kau bisa ada di sini?”ia terkejut dengan kedatangan lelaki yang telah dua kali memberinya lollipop, tanpa ia tahu siapa lelaki itu
“Apakah itu penting?Haruskah ku beritahu padamu?”
Naomi terdiam.Lelaki itu ikut duduk di sebelah Naomi.Naomi menatap lelaki itu, kemudian menatap lurus ke depan. Menatap jutaan air langit yang tumpah.Hening sejenak.Hingga akhirnya, lelaki itu membuka suara.
“Tujuh tahun yang lalu, saat hujan deras turun, seorang anak perempuan sedang mengggil di bawah pohon Peach.Ia memeluk tubuh kecilnya. Gaun cokelatnya basah dan kotor terkena air hujan.”Lelaki itu mulai bercerita,”Sepertinya, dia sedang berteduh dari hujan.Tapi, percuma saja.Daun-daun itu tak akan melindungi tubuhnya dari derasnya air hujan.” Lelaki itu tertawa kecil
“Aku menghampiri gadis kecil itu.Ia sedikit terkejut ketika melihatku. Dan akhirnya aku mengantarnya pulang dengan payung kecilku.Gadis itu cantik sekali.Begitu polos dan anggun.Ia juga memberikan aku sebuah lollipop miliknya. Hadiah, katanya. Karena sudah mengantarnya sampai rumah.” Lelaki itu tersenyum, namun matanya masih menatap lurus ke depan
Naomi masih menatap lelaki itu. Otaknya dipaksa untuk berpikir keras setelah ia mendengar cerita dari orang di sampingnya. Kejadian itu, terdengar tak asing di telinga Naomi. Suatu kejadian yang sepertinya ia pernah mengalaminya. Hujan, dan……lollipop?
“Niel. Apakah Kau,….Niel?” Naomi bertanya
Lelaki itu menatap Naomi.Matanya berbinar.
“Kau mengingatku?Apa sekarang Kau mengingatku?” Lelaki itu kembali bertanya
“Kau benar-benar Niel?”
Keduanya tersenyum.Saling menatap.Ada perasaan bahagia yang menyelimuti keduanya.Khususnya, bagi Niel.Hari ini, benar-benar hari yang ditunggunya.Setelah sekian lama.
*************
Musim dingin berlalu.Hari pertama musim semi, tiba. Di depan rumahnya, Naomi telah bersiap dengan sepeda kesayangannya. Duduk di antara rumput hijau yang berjajar rapi.Ia tengah menunggu seseorang. Seseorang yang telah membuatnya tersenyum kembali, setelah ibunya pergi.
“Naomi, apa Kau sudah siap?” Teriak seseorang dari luar pagar
Seorang lelaki jangkung tengah berdiri dengan sepedanya.Rambut ikalnya bergoyang tertiup angin.Ia tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Naomi. Naomi membalasnya dengan seulas senyum. Senyum termanis yang ia miliki.
“Ayo berangkat, aku sudah siap.” Balas Naomi
Mereka menaiki sepeda masing-masing. Mengayuhnya menuju jalanan kota. Hari ini, tak begitu ramai.Karena hari ini adalah Minggu.Naomi dan Niel melewati beberapa kios penjual makanan ringan.Mereka mampir sebentar untuk menikmati beberapa makanan-makanan itu.
“Hei, Kau….. lihat mulutmu, begitu penuh dengan bakso ikan. Apa kau belum makan?” Ledek Naomi sembari menunjuk mulut Niel
“Entahlah, mereka terasa begitu enak ketika aku memakannya bersamamu.” Gurau Niel
Mereka tertawa.Setelah selesai, mereka kembali mengayuh sepeda masing-masing.Kali ini menuju perpustakaan.Kemudian toko souvenir.Taman bermain.Dan yang terakhir, tempat pertama kali mereka bertemu.Makam ibu Naomi.
Naomi berjalan pelan, kemudian berjongkok di sebelah makam ibunya.Ia menatap sendu kuburan itu. Kemudian mengelus lembut tanah kuburan itu dengan jemari lentiknya.
“Ibu, bagaimana keadaanmu di sana? Apa kau bahagia?”Naomi mulai berbicara sendiri,”Aku baik-baik saja, Bu. Kau tak perlu mengkhawatirkan aku. Dan,….Ayah, seperti biasa dia selalu sibuk dengan bisnisnya. Aku tak masalah, karena sekarang sudah ada seseorang yang menemaniku.Seorang teman, yang memberikanku kalung ini.” Naomi berbicara seolah-olah ibunya ada di depannya dan mendengarkan kata-katanya
Sementara itu, Niel yang sedang berdiri menatap Naomi dari kejauhan.Ia menatap lekat gadis itu. Ada semburat kesedihan yang tersirat di wajahnya. Kesedihan yang tak bisa ia ungkapkan pada siapapun. Termasuk Naomi.
Tiba-tiba setetes cairan kental berwarna merah menetes dari lubang hidung Niel.Ia mengusap cairan itu, perlahan. Sejenak ia menatap cairan kental yang berada di jemari tangannya. Kedua matanya sendu. Kemudian Niel menyeka cairan yang lain dengan sapu tangannya. Mungkinkah, ini berarti sesuatu yang buruk akan terjadi?
************
Naomi duduk di teras rumahnya.Sembari menikmati semilir angin sore musim semi.Di tangannya ada lollipop pemberian Niel.Lelaki itu selalu memberikan lollipop setiap kali mereka bertemu.Namun, akhir-akhir ini mereka jarang bertemu. Entah karena apa, Naomi sendiri tak tahu kenapa tiba-tiba Niel jarang menemuinya.
“Kau di mana?Kenapa lama sekali tak menemuiku.” Gerutu Naomi
Naomi mengerucutkan bibirnya.Menaikkan kedua kakinya ke kursi lalu memeluk keduanya.Entah mengapa, seakan ada yang hilang. Mungkinkah itu…….
“Apakah seseorang merindukanku?”
Suara itu, membuat Naomi menengadah.Matanya menangkap sosok seorang lelaki jangkung berrambut ikal berwarna cokelat.Senyum manisnya kini terpatri di bibir tebalnya.Suara itu, seolah membangunkan Naomi dari mimpi-mimpinya.Mimpi yang panjang dan amat membosankan.Niel, kini lelaki itu berada tepat di depannya.
“Kapan aku merindukanmu?”Naomi berusaha mengelak,”Jangan berlebihan.”
Niel duduk di samping Naomi.Ia menatap Naomi. Lagi-lagi tatapan itu, tatapan sendu.Matanya sedikit merah.Wajahnya terlihat sedikit pucat. Namun, Naomi sama sekali tak menyadarinya. Karena sedari tadi ia tak menatap Niel.
“Kau marah karena aku tak datang?” Tanya Niel
“Tidak.Kenapa harus marah.” Balas Naomi ketus
“Lalu kenapa nada bicaramu seperti itu?”
Naomi terdiam sejenak.Ia memutar otaknya. Berusaha agar semua emosi yang berkecamuk dalam jiwanya tak terlihat. Namun, ketika ia membuka suara jelas-jelas terdengar nada marah.
“Lebih baik kau pulang.Sebentar lagi matahari tenggelam.” Katanya ketus, kemudian bangkit dan berjalan masuk ke dalam rumahnya
Langkah Naomi terasa berat.Tak tega sebenarnya meninggalkan Niel sendirian. Namun, ia sendiri tak dapat memungkiri kekecewaan yang ua rasakan saat ini. Karena Niel. Dua Minggu yang lalu, Niel membatalkan janjinya tanpa alasan.Padahal saat itu Naomi telah menunggunya di Padang rumput. Minggu lalu, ia juga membatalkan janji untuk pergi ke makam ibu Naomi dengan alasan jadwal kuliah sedang padat. Dan hari-hari biasa, Niel bahkan tak mengirimkan Naomi pesan. Namun, tiba-tiba hari ini ia muncul di depan Naomi. Tentu saja ini membuat Naomi merasa tak enak hati.
Bagaimanapun juga, Naomi tetap tak bisa membiarkan Niel. Dua minggu ia tak melihat wajah teman kecilnya. Tak baik bila hari ini ia mencampakan temannya yang telah rela meluangkan waktu untuknya di tengah jadwal kuliah yang padat. Akhirnya Naomi berjalan kembali menuju teras depan. Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati sosok Niel tengah terkulai lemas di depan tangga. Niel pingsan.
*************
Suara tangis yang terdengar di telinga Naomi terasa begitu menyedihkan.Air mata yang jatuh dari kelopak mata wanita itu terlihat begitu menyedihkan.Naomi benar-benar tak tega melihatnya.Ia mendekati wanita paruh baya yang duduk di depan ruang ICU.
“Bibi, bukankah Niel hanya terkena Anemia?Dia pasti akan segera sembuh.” Naomi berusaha menghibur ibu Niel
“Ya.Anemia.” Wanita itu hanya membalas singkat kemudian tersenyum kecil
*************
“Naomi, apakah Kau akan tetap tersenyum meski aku tak ada di sisimu?” Tanya Niel suatu ketika
“Kenapa Kau bertanya seperti itu?” Naomi heran,”Bukankah kau akan selalu ada di sisiku, sebagai temanku. Dan akan membuatku terus tersenyum.”
Niel tak menjawab.Ia hanya tersenyum lemah di atas tempat tidurnya. Sembari menatap lekat wajah Naomi.Wajahnya masih pucat. Bibirnya ingin berbicara, namun ia mengurungkan niatnya. Saat ini, yang ia butuhkan hanyalah keajaiban. Keajaiban yang dapat membuatnya kembali mengayuh sepeda bersama Naomi. Berlarian di padang rumput, kemudian meniup dandelion bersama.
************
Hari kesepuluh semenjak Niel di rumah sakit.Naomi selalu datang menjenguksnya setiap hari. Dan hari ini, ia kembali datang. Dengan sekeranjang apel di tangannya. Namun, ia sedikit terkejut karena mendapati kamar Niel dalam keadaan kosong. Naomi mengetuk pintu kamar mandi, tak ada suara. Hingga akhirnya ia menyadari, ruangan itu telah benar-benar kosong. Tiba-tiba, seorang perawat datang padanya dengan sebuah amplop yang berisikan sepucuk surat. Ia membuka surat itu, perlahan.
Naomi,………
Maafkan aku, karena aku tak menemuimu waktu itu.Tujuh tahun yang lalu.Aku lupa ketika aku berjanji padamu untuk datang pada hari itu. Tepat pada saat aku akan beranjak menemuimu, ibuku mengingatkanku tentang jadwal penerbangan kami. Penerbangan menuju Amerika. Sehingga ia melarangku untuk pergi menemuimu. Karena, saat itu juga kami harus pergi.Kau tau, aku begitu sedih kala itu.Karena aku tak dapat bertemu dengamu untuk waktu yang lama.
Dan akhirnya ketika aku dapat bertemu denganmu kembali, kau sama sekali tak mengingatku. Jadi, aku berusaha membuatmu mengingatku.Dengan lollipop yang kuberikan padamu.Senang sekali ketika aku dapat berada di sisimu, dan membuatmu tersenyum.Bahkan tertawa.Namun, semua itu terasa cepat berlalu.Ketika tanda-tanda penyakit ini mulai kambuh.Leokimia.Sejak berumur sepuluh tahun, penyakit itu telah bersarang dalam tubuhku.Menggerogoti sedikit demi sedikit organ tubuhku.Kau tau, kepergianku ke Amerika adalah untuk berobat. Dan apa kau tau, selama dua minggu itu, aku telah terbaring di rumah sakit ini. Bukan sibuk dengan kuliahku.
Naomi, mungkin ketika Kau membaca surat ini aku sudah tak berada di tanah yang sama denganmu. Aku kembali ke Amerika.Maafkan aku karena tak memberitahumu tentang ini sebelumnya.Dan, jika aku tak kembali, ku mohon jangan menangis karenaku. Itu hanya akan membuatku semakin sedih. Tertawa tiga kali sehari akan membuatmu lebih baik. Satu lagi, jangan marah kepada Ayahmu.Walau bagaimanapun, dia ayahmu Naomi.
Tersenyumlah, dan jangan menangis.Kau harus kuat. Naomi, FIGHTING!!

Niel
Tangan Naomi bergetar.Air matanya terus mengalir.Tatapan matanya kosong.Jantungnya serasa dihentakkan oleh ribuan langkah kuda.Kemudian dihancurkan dengan ratusan bom yang begitu dahsyat.Ia masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia baca. Kakinya melemas, membuatnya jatuh terduduk di atas lantai.
“Niel, …..ini tidak mungkin.” Katanya
**************
Musim semi kembali datang.Dua tahun setelah kepergian Niel. Naomi berjalan menapaki jalan setapak yang membawanya menuju padang rumput yang biasa ia kunjungi bersama Niel. Ia menatap seluruh tempat itu. Tempat itu sedikit berubah. Ilalang-ilalang di sana tumbuh semakin tinggi. Naomi masih berjalan.Melangkahkan kakinya menuju tempat krisan-krisan bermekaran.Seulas senyum terukir dari bibir gadis itu.Krisan-krisan itu terlihat lebih cantik di musim semi.Naomi berjalan mendekat.Kakinya menginjak sesuatu.Lollipop.
Naomi membulatkan matanya setelah mendapati lollipop itu berada di bawah kakinya.Bagaimana bisa sebuah lollipop tergeletak di sini.Siapa yang meninggalkannya di sini.Itu membuatnya teringat Niel.Karena orang itu selalu memberinya lollipop.Tepat di sebelah lollipop itu, ada Dandelion yang hampir menguning.Naomi tersenyum melihatnya.Lagi-lagi, sesuatu yang mengingatkannya pada Niel.Kala mereka membuat harapan dan meniup Dandelion itu.Menatap benih-benih Dandelion yang terhempas ke udara.
Naomi memetik beberapa. Kemudian ia memejamkan matanya. Niel, ku harap Kau ada di sini.Karena saat ini aku sangat merindukanmu.Bibirnya membentuk kerucut lalu meniup Dandelion itu.Berharap, Tuhan mendengar harapannya.
“Naomi, kaukah itu?”
Suara itu membuat Naomi kaget. Cepat-cepat ia membalikkan badannya. Mencari pemilik suara yang memanggilnya. Dan, betapa terkejutnya ia ketika mendapati sosok yang selama ini ia harapkan kehadirannya.
“Niel…”
Naomi seolah tak percaya.Niel—sekarang—ada di hadapannya. Melemparkan seulas senyum yang terlihat begitu manisyang pernah ia lihat. Naomi berkaca-kaca.Ini benar-benar Niel.Mereka saling menatap.Bibir mereka terkatup.Namun, mata mereka berbicara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar